
Anjanesia.com – Mengalami obesitas ditambah penyakit genetik itu berbahaya sekali buat kesehatan. Pada kasus tertentu, bedah bariatrik bisa jadi solusi untuk keluhan tersebut.

Dr. dr. Peter Ian Limas, Sp. B, Subsp. B. D. (K), Dokter Spesialis Bedah Subspesialis Bedah Digestif RS Pondok Indah, mengungkapkan tentang mitos yang kerap beredar di masyarakat dan fakta yang perlu diketahui sebelum memutuskan untuk melakukan operasi bariatrik.
1. Bedah bariatrik berbahaya, risiko tinggi
Faktanya: Bedah bariatrik merupakan teknik pembedahan yang memiliki risiko sebanding dengan risiko pembedahan untuk mengangkat kandung empedu yang merupakan pembedahan rutin di semua rumah sakit.
2. Tindakan bedah bariatrik mahal
Faktanya: Bedah bariatrik merupakan opsi yang efektif dengan tingkat kesuksesan tinggi, tidak hanya untuk menurunkan berat badan, tetapi juga terbukti bermanfaat bagi pasien yang memiliki komorbid diabetes dan hipertensi. Selain itu, efek domino dari bedah bariatrik dapat mengurangi bahkan menghilangkan risiko gangguan jantung dan ginjal, stroke, hingga kanker.
“Bagi pasien dengan risiko komorbid, menjalani bedah bariatrik tentu lebih efisien dalam hal biaya dibandingkan dengan menjalani perawatan ketika terkena komplikasi akibat komorbid yang dimiliki. Contohnya jika seseorang memiliki komorbid dan mengalami serangan jantung, biaya pemasangan satu buah stent jantung saja sudah jauh melebihi biaya bedah bariatrik,” ujar Peter.
3. Bedah bariatrik adalah bedah kosmetik
Faktanya: Bedah bariatrik tidak bertujuan membuat langsing dan memiliki bentuk tubuh yang lebih menarik. “Tujuan utama bedah bariatrik adalah menyelamatkan pasien obesitas dari komplikasi seperti stroke dan serangan jantung yang merupakan efek langsung dari diabetes, hipertensi dan hiperkolesterolemia yang dapat menyerang pasien obesitas. Menjadi langsing dan mendapatkan bentuk tubuh lebih menarik adalah bonus dan efek tambahan yang hampir selalu terjadi,” jelas Peter.
4. Bedah bariatrik menyebabkan sakit
Faktanya: Pasien setelah pembedahan bariatrik rata-rata pulang dari rumah sakit pada hari kedua perawatan, sama seperti kebanyakan pasien setelah pengangkatan usus buntu atau kandung empedu. Bedah bariatrik 99 persennya dilakukan dengan teknik laparoskopi, yaitu pembedahan dengan sayatan kecil.
5. Bedah bariatrik membutuhkan perawatan yang lama
Faktanya: Setelah pembedahan memang harus berkonsultasi dengan dokter hingga bertahun-tahun lamanya, tetapi hal ini lebih bersifat kontak kelanjutan monitoring yang tidak wajib, untuk mendampingi pasien menjalani gaya hidup yang baru.
6. Efek bedah bariatrik tidak menetap, tidak permanen
Faktanya: Efek bedah bariatrik jauh lebih permanen dari diet manapun. Dampak bedah bariatrik dapat menjadi benar-benar permanen dengan mempertahankan perubahan pola makan yang sudah ada setelah pembedahan. “Permanen dapat dicapai dengan disiplin dan menahan diri, serta menjalani hidup sehat dengan berolahraga, yang menjadi jauh lebih mudah dilakukan karena bobot tubuh sudah berkurang,” tegas Peter.
7. Bedah bariatrik sering menimbulkan komplikasi
Faktanya: Tingkat komplikasi pada pembedahan sleeve gastrectomy (pembedahan bedah bariatrik paling populer saat ini) hanya sekitar 1 dari 1.000 pasien, lebih rendah dibandingkan dengan pembedahan kandung empedu.
8. Bedah bariatrik hanya untuk melangsingkan badan saja
Faktanya: Bedah bariatrik memiliki efek luar biasa untuk menyembuhkan atau setidaknya mengurangi kelainan metabolik seperti diabetes, hipertensi dan hiperkolesterolemia.
9. Bedah bariatrik menyebabkan kurus yang tidak alami, malnutrisi
Faktanya: Bedah bariatrik yang paling sering dilakukanyakni sleeve gastrectomy, sangat jarang menyebabkan malnutrisi. “Tubuh kurus yang dicapai dengan pembedahan bariatrik merupakan kurus karena pembakaran lemak, kurus paling alami yang mungkin bisa didapat,” tandas Peter.
10. Bedah bariatrik merupakan penemuan baru
Faktanya: Bedah bariatrik sudah ada sejak 1968. (Anj)