Anjanesia.com – Sungai Citarum, sebagai jantung kehidupan bagi lebih dari 25 juta orang, telah berubah menjadi salah satu aliran sungai yang paling tercemar di dunia’ menandakan krisis genting bagi kelestarian Bumi. Situasi mengerikan ini disebabkan oleh Sungai Citarum yang menerima 20.000 ton limbah padat dan 340.000 ton air limbah setiap harinya dari 600 lebih desa yang tidak memiliki akses memadai terhadap layanan pengelolaan limbah dan sanitasi dasar. Meskipun telah dilakukan upaya menormalisasi Sungai Citarum sejak 2004, terutama dengan membuat kelok-kelok sungai berjuluk oxbow untuk mengurangi dampak banjir, masyarakat setempat justru tetap menjadikannya sebagai tempat pembuangan sampah dan limbah yang terbawa aliran sungai.
Monash University, Indonesia, bersama dengan Universitas Indonesia (UI), mempelopori Proyek Transformasi Sungai Citarum selama lima tahun terakhir. Inisiatif kolaboratif ini melibatkan Monash Art, Design & Architecture (MADA), Monash Sustainable Development Institute, Fakultas Teknik dan FISIP UI, Pemerintah Republik Indonesia, organisasi nirlaba dan mitra industri, serta komunitas riset global.
Kemajuan ini mendapat pujian dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil: “Selama lima tahun terakhir, kami telah menerima 553 penghargaan yang mengakui perubahan positif dan transformasi luar biasa yang sedang berlangsung. Terima kasih dan kami sangat menantikan kelanjutan pelaksanaannya, menantikan revitalisasi Sungai Citarum dan sekitarnya di tahun-tahun mendatang.”
Profesor Diego Ramirez-Lovering, Direktur Proyek Transformasi Sungai Citarum & Direktur Informal Cities Lab MADA, di sela-sela diskusi dan pemutaran film dokumenter ‘The Living River: A Pathway to Revitalise the Citarum River,’ mengatakan, “Mewujudkan lingkungan sehat di bantaran sungai merupakan prioritas dalam menciptakan peluang ekonomi dan penghidupan yang layak bagi masyarakat setempat. Di sinilah kami dan para pemangku kepentingan berkolaborasi membangun infrastruktur ketersediaan air bersih dan pengelolaan sampah yang pada akhirnya bertujuan merevitalisasi Sungai Citarum. Film dokumenter ini, sebagai kelanjutan dari Rencana Induk Ekowisata Citarik yang baru saja diluncurkan, menunjukkan pentingnya desain kolaboratif, implementasi, dan evaluasi pendekatan inovatif untuk mengatasi sungai yang terdampak oleh perkembangan pesat di masa lalu.”
Sementara menurut Dr. Dwinanti Marthanty, Co-Lead Program Penelitian Aksi Citarum, seluruh elemen Rencana Induk Ekowisata Citarik dirancang melalui rekayasa lanskap ekologi yang melibatkan akademisi dan kearifan lokal masyarakat setempat. “Aksi ini bertujuan memulihkan kawasan hulu Sungai Citarik sepanjang 2,3 km yang mengalami perubahan akibat pembangunan, industri, dan kepadatan penduduk. Adapun saat ini, sedang dibangun satu toilet umum di Desa Cibodas dan satu fasilitas pengelolaan sampah di Desa Padamukti,” kata Dr. Dwinanti.
Di lain pihak, dari perwakilan Monash University, Prof. Andrew MacIntyre, Presiden Monash University, Indonesia, menyatakan partisipasi universitas mencerminkan komitmen berkelanjutan untuk mempelopori kolaborasi multidisiplin dan lintas sektor yang berfokus pada keberlanjutan, solusi berbasis alam, dan pemberdayaan masyarakat. “Komitmen ini sejalan dengan tujuan kampanye global ‘Change It’ di Indonesia, yaitu mewujudkan kolaborasi lintas sektor dalam mengatasi berbagai tantangan global yang mendesak, khususnya terkait perubahan iklim dan pelestarian lingkungan. Aksi ini juga menunjukkan dedikasi Monash University terhadap pendidikan, penelitian, dan sinergi dalam mendorong perubahan, sebagaimana tertuang dalam Impact 2030 sebagai rencana strategis Monash University dalam sepuluh tahun ke depan,” jelas Prof. Andrew.
Tim Stapleton, Minister Counselor Kedutaan Besar Australia di Jakarta, turut hadir dan menyampaikan komitmen Pemerintah Australia dalam mendukung upaya perubahan iklim dan revitalisasi sungai di Indonesia. Mr Stapleton pun memuji inisiatif kolaboratif untuk merevitalisasi Sungai Citarum. “Inisiatif ini menunjukkan perlunya intervensi holistik yang melibatkan masyarakat lokal dan berbagai pihak lintas sektoral dalam menghadapi tantangan lingkungan yang kompleks. Untuk itu, kami berterima kasih kepada pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya atas dukungannya, yang diharapkan membantu memberdayakan perekonomian daerah melalui rencana ekowisata jangka panjang yang sedang disusun,” kata Tim.
Rencana Induk Ekowisata Citarik, yang belum lama ini diluncurkan, dilaksanakan secara kolaboratif bersama komunitas dan masyarakat lokal melalui serangkaian dialog berkelanjutan dengan akademisi dan peneliti dari MADA dan Fakultas Teknik UI. Kegiatan utama proyek sejauh ini meliputi agenda konsultasi publik yang dipimpin oleh UI dan didukung oleh Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat (Juni-Agustus 2023), lokakarya desain partisipatif dengan perwakilan masyarakat yang dipimpin oleh Monash University dan UI (Juli 2023 ), serta keterlibatan ekstensif dengan lembaga pemerintah dan kelompok masyarakat lokal selama empat tahun terakhir, termasuk studi kelayakan yang didanai oleh Study Melbourne Research Partnership (2021-2022).
Sementara itu, menjelaskan tentang berbagai pekerjaan terkait yang akan dilakukan, Manajer Program CARP, Dr. Jane Holden, berkata, “Pada tahun 2023, konsorsium laboratorium hidup kami bekerja sama dengan masyarakat lokal, pemerintah, industri, dan LSM untuk merancang model tata kelola, bisnis, dan operasional pada fasilitas pengelolaan limbah yang sedang dibangun. Sebagai peneliti, kami tertarik pada perilaku dan praktik yang memungkinkan pengumpulan, daur ulang, dan penggunaan kembali (limbah), serta mengevaluasi dampak solusi terhadap kebocoran sampah, kesehatan sungai, dan kesejahteraan masyarakat. Penelitian kami dibiayai oleh dana hibah dari Indo-Pacific Plastics Innovation Network, sebuah program yang didukung oleh Pemerintah Australia dan dilaksanakan oleh CSIRO – badan sains nasional Australia. Upaya ini juga didukung melalui KONEKSI, Kemitraan Kolaborasi Pengetahuan dan Inovasi Australia-Indonesia.”
Mengakhiri diskusi, Prof. Diego mengatakan, “Perjalanannya baru saja dimulai, dan kita membutuhkan mitra yang memiliki visi bersama untuk mewujudkan Sungai Citarum yang lebih sehat, mendukung denyut kehidupan masyarakat sekitar dan masyarakat Jawa Barat.” (Anj)