Perawatan Paliatif Berikan Kehidupan Berkualitas Hingga Akhir Hayat
HealthAnjanesia.com – Saat ini di masyarakat semakin banyak ditemukan kasus penyakit kronik yang membutuhkan perawatan jangka panjang. Pasien dengan tingkat derajat kondisi yang sudah hampir stadium akhir membutuhkan perawatan paliatif, termasuk pasien kanker.
Perawatan paliatif adalah perawatan yang diberikan, dilaksanakan untuk pasien-pasien yang memang penyakitnya tidak mungkin disembuhkan.
“Tetapi kita harus upayakan pasien kita ini, penderitaannya itu diminimalisir dari seluruh aspek jiwa dan raganya,” terang pakar paliatif Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dr Siti Annisa Nuhonni, SpKFR ketika ditemui di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, 2 Desember 2024.
Hingga pasien dapat merasakan kualitas hidup yang baik hingga akhir hayatnya, bahkan meninggal dalam kondisi bermartabat.
“Banyak sekali penyakit-penyakit yang ternyata dalam perjalanannya tidak mungkin disembuhkan. Jadi intinya adalah bukan mengobati penyakit utamanya, tapi menghilangkan gejala-gejala yang membuat pasien itu menderita,” tuturnya.
Koordinator Pelayanan Kanker Terpadu RSCM Soehartati Argadikoesoemo Gondhowiardjo menegaskan bahwa paliatif merupakan bentuk perwujudan hak asasi manusia (HAM), di mana setiap orang mempunyai hak untuk tidak sakit.
Lebih dari 56 juta jiwa di dunia memerlukan pelayanan paliatif di dunia, tetapi sayangnya 86% tidak memiliki akses terhadap perawatan paliatif yang baik, dan mayoritas (80%) berada di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Adapun di Indonesia, kata dia, ada sekitar satu juta orang yang membutuhkan layanan tersebut.
Pasien kanker merupakan kelompok yang paling besar membutuhkan perawatan paliatif.
Paliatif untuk pasien kanker dilakukan di sepanjang cancer journey-nya, mensupport pasien dalam menjalani berbagai pengobatan yang harus diterima untuk penyembuhan penyakitnya, bersifat multidisiplin.
Menurut Soehartati, mengobati bukan hanya tentang menyembuhkan, namun juga memberikan dukungan agar kualitas hidup pasien menjadi lebih bagus. Pelayanan paliatif, kata Soehartati, adalah upaya meningkatkan kualitas hidup pasien yang mengidap penyakit terminal, dan juga meningkatkan kualitas hidup keluarga pasien.
Dengan demikian, katanya, di sisa hidupnya, pasien bisa produktif, dan dapat meninggal secara baik. Untuk memenuhi hal itu, dia mengatakan perlunya kolaborasi semua pihak, seperti pemerintah, para kader kesehatan, dan keluarga.
Perawatan paliatif tidak hanya diberikan di rumah sakit, tetapi bisa juga dilakukan di rumah. Menurut Soehartati, Perawatan paliatif yang dilakukan di rumah bahkan punya manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan perawatan di rumah sakit. Karena Pasien cenderung merasa lebih nyaman dan tenang ketika dirawat di rumah.
“Di rumah sakit itu tidak bagus tinggal lama-lama. Belum lagi infeksi, kedekatan dengan keluarga, dan sebagainya. Psikologis dari pasien harus kita pikirkan. Tinggal di tempat yang dia senang, disertai dengan keluarga, itu akan meningkatkan imun, akan memperbaiki kondisi, dan sebagainya,” ujarnya.
Soehartati mengatakan, perawatan paliatif dibutuhkan untuk memberikan kehidupan yang lebih berkualitas pada pasien sampai akhir hayat. Lewat perawatan paliatif, pasien dan keluarga diharapkan bisa menghadapi kematian secara lebih baik.
”Pada late stadium (stadium akhir), saat kemampuan manusia sudah terbatas sehingga pengobatan yang diberikan tidak bisa memberikan hasil yang signifikan, di situlah perawatan paliatif diberikan. Paliatif ini punya peran agar kita bisa mempersiapkan seburuk-buruknya kondisi, yakni kematian,” ujarnya saat ditemui di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta, Senin (2/12).
Soehartati mengatakan, perawatan paliatif tidak hanya memberikan dukungan berupa pengobatan fisik, tetapi juga dukungan psikologis, sosial, dan spiritual pada pasien.
Menurutnya perawatan jangka panjang tidak hanya berdampak pada psikologi pasien, tetapi juga aspek sosial dan ekonominya.
“Ada economical benefit-nya. Pertama dari loss of productivity. Jadi kalau pasien mendapatkan pengobatan terus, tidak dilakukan perawatan paliatif sehingga dia kesakitan dan sebagainya, dia tidak produktif, kan.”
Selain itu dari aspek penghematan biaya perawatan. Terlebih, 70 persen pasien paliatif sebenarnya bisa pulang.
Sehingga, rumah sakit dapat mengosongkan tempat tidur untuk diisi dengan pasien yang juga membutuhkan pelayanan rumah sakit.
Diungkapkannya, perbedaan perawatan di rumah sakit dan perawatan paliatif di homecare, “Totalnya itu kira-kira Rp35 triliun potential loss per tahun.”
Sedangkan pada faktor loss of productivity bisa mencapai Rp2-5 triliun.
Sayangnya, hingga saat ini akses masyarakat terhadap pelayanan paliatif masih minim.
Begitu pula dengan sumber daya manusia (SDM) terlatih yang bisa memberikan pelayanan ataupun pelatihan lanjutan.
Bahkan di Indonesia, hanya terdapat 15 dokter spesialis penyakit dalam yang memiliki kompetensi khusus di bidang paliatif. Sedangkan empat di antaranya berpraktik di RSCM.
Perawatan Paliatif di RSCM
Namun begitu, perkembangan perawatan paliatif di Indonesia, khususnya RSCM cukup signifikan.
“Sekarang ini RSCM pun sudah ada yang namanya pelayanan community based rehabilitation. Jadi rehabilitasi sumber daya masyarakat yang fokus pada paliatif,” tambah Honni.
Di sini, keluarga akan mendapatkan pelatihan perawatan paliatif ketika pasien pulang ke rumah serta telah berjejaring dengan fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas dan posyandu. “Sementara di Jakarta, kita sudah melatih 400 kader paliatif dari PKK, kerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Yayasan Kanker Indonesia Cabang Jakarta.”
Maka dari itu, RSCM dipilih oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelenggarakan Regional Training Course (RTC): Train the Trainers on Guideline for Palliative Radiotherapy yang berlangsung pada 2-6 Desember 2024.
Program ini diikuti oleh 50 peserta dari 15 negara dengan narasumber ahli dari berbagai bidangnya, mulai dari Australia hingga Jepang. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kapasitas tenaga medis, khususnya dokter spesialis radioterapi paliatif bagi pasien kanker.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kapasitas tenaga medis, khususnya dokter spesialis radioterapi paliatif bagi pasien kanker.
Direktur Medik dan Keperawatan RSCM, Renan Sukmawan, menyebutkan bahwa pihaknya terus mengembangkan layanan paliatif, baik ilmu, alat, metode, personel, bahkan teknologinya. Selain itu, Renan menyebutkan bahwa mereka juga menjalin hubungan dengan komunitas, guna memetakan kapasitas layanan paliatif yang dapat dilakukan RSCM dan tempat lain.
“Mudah-mudahan dengan ini, layanan kanker kita komprehensif, sehingga juga memperpanjang harapan hidup dan memperbaiki kualitas hidup terutama, kualitas hidup pasien-pasien kita yang berada pada end of life stage,” katanya.
Melalui kegiatan kolaborasi internasional ini, kata Soehartati, RSCM dapat memberikan layanan yang lebih efektif untuk pasien kanker stadium lanjut di Indonesia. Selain itu, katanya, kolaborasi ini diharapkan akan meningkatkan kualitas tatalaksana pengobatan, sehingga pasien dapat menerima perawatan yang lebih optimal dan menyeluruh.
“Dengan kemajuan yang dicapai melalui kerjasama ini, RSCM diharapkan dapat menjadi pengampu bagi rumah sakit-rumah sakit di seluruh Indonesia, memberikan dampak positif pada sistem pelayanan kesehatan kanker di tingkat nasional,” tandasnya. (Anj)