Makanan Sehat Sebagai Benteng Pencegahan Kanker Lambung
HealthAnjanesia.com – Hingga kini risiko penyakit kanker lambung, seringkali tak disadari masyarakat. Kewaspadaan akan kanker lambung ini perlu ditingkatkan, karena tanda-tanda awal kanker lambung jarang terdeteksi oleh pasien. Pasalnya, kebanyakan pasien mengira gejala yang muncul sebagai sakit maag biasa. sehingga sebagian besar pasien datang terlambat dan sudah pada stadium lanjut.
Menurut Global Observatory on Cancer (GLOBOCAN) tahun 2022, menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 3.852 kasus baru kanker lambung dengan sebanyak 3.852 jumlah kematian. Tingginya jumlah kasus dan kematian menandakan pentingnya pengendalian faktor risiko kanker lambung sebagai upaya pencegahan, khususnya melalui asupan makanan yang dikonsumsi.
Ketua Bidang Pelayanan Sosial Yayasan Kanker Indonesia, dr. Siti Annisa Nuhonni, Sp.KFR (K), mengatakan, “Kanker Perut atau Kanker Lambung jarang dibicarakan masyarakat, padahal jumlah kasusnya cukup tinggi. Kami mengajak masyarakat dapat menindaklanjuti pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan sehat untuk membentengi diri dan keluarga dari potensi kanker lambung.”
Menurut dr. Anna Mira Lubis, SpPD, KHOM, Kanker perut atau kanker lambung adalah pertumbuhan dan pembelahan sel-sel yang tidak normal di perut. “Biasanya dimulai dengan perubahan prakanker pada lapisan dalam perut, namun jarang ada gejala apapun, sehingga sering kali tidak terdeteksi,” kata dr Anna di acara diskusi ‘Waspada Kanker Perut: Hidup Sehat Melawan Kanker’ yang dihelat Yayasan Kanker Indonesia atas dukungan Bank Indonesia di Aula Masjid Attaqwa Jakarta,beberapa waktu lalu.
Gejala atau pengobatan apa pun akan bergantung pada bagian perut tempat kanker muncul. “Perut memiliki lima bagian, yakni cardia, fundus, body, pylorus dan antrum sehingga gejala, pengobatan, dan gambarannya berbeda dengan kanker perut lainnya seperti kanker usus besar, kanker hati, kanker pankreas, atau kanker usus kecil,” tutur dr. Mira.
Lebih lanjut dijelaskan, kanker lambung berkembang perlahan mulai lesi prakanker – yang bisa tidak munculkan gejala. Selain itu, kanker lambung dapat tumbuh di tempat berbeda, dan munculkan gejala serta outcome berbeda.
Karena tanpa/minim gejala, sebagian besar diagnosis tidak terjadi sampai kankernya berukuran besar atau telah menyebar ke bagian tubuh lain.
“Kanker perut stadium awal jarang menimbulkan gejala. Kalau pun ada gejala mungkin mirip sakit maag untuk kanker stadium awal sehingga penderita kebanyakan mengobati sendiri dengan obat nyeri lambung,” ujar dr. Mira.
Dia mendorong setiap individu untuk periksa ke dokter jika mendapati gejala sering sakit perut, terdapat darah pada tinja, merasa kenyang setelah makan kecil, nafsu makan berkurang, bengkak di perut, penurunan berat badan yang tidak diinginkan, muntah, sering letih dan kulit menguning. “Itu bisa jadi gejala kanker lambung. Harus dipahami bahwa gejala sakit maag bisa ada keganasan di baliknya,” tutur dr. Mira.
Kerap ditemukan pada laki-laki usia di atas 60 tahun, jika ditemukan lebih awal maka peluang ‘sembuhnya’ tinggi.
Kanker lambung, sebut dr. Mira, di antara kawasan Asia, ditemukan paling tinggi di Korea.
Di Indonesia kanker lambung tidak masuk 10 besar. “Bukan jarang namun underdiagnosed. Kebanyakan pasien datang (ke dokter) terlambat karena takut,” beber dr. Mira.
Ada sejumlah tipe kanker lambung, yakni limfoma, neuroendokrin, adenokarsinoma, lainnya (sarkoma, kanker sel skuamosa), GIST (gastrointestinal stromal tumor).
“Dari hasil endoskopi biopsi yang paling banyak adalah adenokarsinoma,” lanjut dr. Mira.
Risiko seseorang terkena kanker perut bergantung pada beberapa keadaan. Memiliki satu atau lebih faktor risiko tersebut tidak berarti akan terkena kanker perut.
Menurut National Cancer Institute, penyebab dan risikonya antara lain riwayat keluarga, mengonsumsi makanan dengan sedikit buah-buahan dan sayuran atau banyak makanan asin, diasap, atau makanan yang tidak diawetkan dengan baik, merokok, alkohol, paparan lingkungan dan pekerjaan, infeksi H. Pylori, kondisi medis lainnya.
Pilihan perawatan kanker perut bergantung pada lokasi kanker di dalam perut dan stadiumnya.
Dokter akan memeriksa kesehatan secara keseluruhan dan preferensi pasien saat membuat rencana perawatan.
“Perawatan kanker perut meliputi pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi, terapi bertarget, imunoterapi dan perawatan paliatif. Perawatan ini tidak sama setiap pasien kanker, bisa jadi tindakannya beda karena stadiumnya juga berbeda,” tandas dr. Mira.
Pola Makan untuk Cegah Kanker
Kesempatan sama, Dr.dr. Nurul Ratna Mutu Manikam, M.Gizi, SpGK(K) menekankan pentingnya mengonsumsi makanan sehat, yaitu makanan yang memiliki komponen nutrisi lengkap dan memberikan manfaat optimal bagi kesehatan, antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
“Pasien kanker disarankan mengonsumsi makanan sehat dengan prinsip gizi seimbang. Ini mengacu dengan 5 kelompok pangan yaitu makanan pokok 2/6, lauk pauk 1/6, sayur 2/6 dan buah-buahan 1/6, dan air putih,” tuturnya.
Pola makan bergizi seimbang juga perlu dikonsumsi masyarakat sebagai upaya mencegah kanker.
Dr. Nurul menjelaskan bahwa bahan makanan yang dapat mencegah kanker adalah jenis likopen, termasuk golongan antioksidan kuat yakni buah atau sayuran berwarna merah, oranye dan kuning.
Sedangkan jenis karoten mengandung antioksida, pro-vitamin A utama dan terkandung di buah-buahan berwarna oranye, kuning dan sayuran hijau.
Selain itu, makanan yang mengandung vitamin C dapat menangkal radikal bebas dan merupakan antioksidan alami dan tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh, seperti jambu biji merah, brokoli, papaya, kiwi, kembang kol.
Vitamin D juga memiliki sifat anti kanker, dimana penyandang kanker dengan kadar vitamin D tinggi di darahnya memiliki kesintasan tinggi. Sumber Vitamin D diantaranya adalah sinar matahari, susu, keju, mentega, ikan laut.
Pemrosesan lauk pauk juga dapat mempengaruhi sehat tidaknya makanan. Dr. Nurul menyarankan untuk mengurangi makanan berminyak atau tinggi lemak dengan cara tidak menggoreng makanan, digantikan dengan cara memanggang, merebus matang, menumis dengan minyak yang sangat sedikit, mengukus, menggunakan bumbu dan rempah-rempah.
Asupan gula, garam dan lemak yang terkandung di dalam makanan juga merupakan faktor risiko penyakit tidak menular. Dr. Nurul menyarankan asupan gula maksimal 4 sendok makan sehari, garam maksimal 1 sendok teh sehari, lemak maksimal 5 sendok teh sehari.
Adapun faktor risiko yang dapat dicegah dari makanan adalah menghindari makanan yang diproses atau diawetkan, zat tambahan makanan (pemanis, perasa, pewarna, penyedap), protein budi daya, dan tembakau.
Dokter spesialis gizi klinis itu mengingatkan masyarakat untuk membatasi asupan gula tambahan dari makanan dan minuman, sedangkan asupan gula alami dari bahan makanan masih diperbolehkan.
Untuk menjaga kesehatan guna mencegah terkena kanker hal yang perlu dilalukan adalah menjaga berat badan ideal, batasi asupan alkohol, daging merah, makanan diproses, makanan instan dan lemak jenuh.
Sebaliknya perbanyak makanan tinggi serat dari sayur, buah dan serealia, tingkatkan olahraga 3-5 kali per minggu dan lakukan skrining kesehatan, serta kontrol pasca terapi. “Waspada jika ada gejala penurunan selera makan dan penurunan berat badan drastis,” tandas dr. Nurul. (Anj)