Hipertensi, The Sillent Killer yang Perlu di Waspadai

Health

Anjanesia.comHipertensi atau dikenal juga dengan istilah tekanan darah tinggi adalah masalah kesehatan global yang umum dijumpai. Menurut data dari World Health Organization (WHO), pada 2019, lebih dari 1,13 miliar orang di seluruh dunia menderita hipertensi. Prevalensi ini cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia dan gaya hidup yang tidak sehat.

Bahkan di Indonesia, hipertensi juga menjadi masalah serius. Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada 2018, sekitar 34,1 persen penduduk dewasa Indonesia menderita hipertensi (Riskesdas 2018). Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga populasi Indonesia berpotensi terkena risiko komplikasi serius akibat hipertensi jika tidak diatasi dengan baik. Permasalahan juga muncul bahwa dari sebagian besar masyarakat yang terkena hipertensi tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit ini. Sementara sebagian besar pengidap hipertensi tidak menjalani pengobatan, serta dari sebagian yang menjalani pengobatan tidak mencapai target tekanan darah yang diharapkan.

Menurut dr. Wirawan Hambali, Sp. P. D., FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Pondok Indah – Puri Indah, Hipertensi adalah kondisi medis di mana tekanan darah dalam arteri tubuh meningkat secara persisten. Sementara itu, tekanan darah merupakan kekuatan yang diberikan oleh darah saat mengalir melalui arteri.

dr. Wirawan Hambali, Sp. P. D., FINASIM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Pondok Indah – Puri Indah.


“Hipertensi sering disebut sebagai Silent Killer karena umumnya tidak menimbulkan gejala yang jelas pada penderitanya, tetapi berisiko menyebabkan masalah serius pada pembuluh darah dan organ penting tubuh, seperti jantung, otak, mata, ginjal, dan organ tubuh lainnya jika tidak ditangani dalam jangka panjang,” kata dr Wirawan.

Berdasarkan panduan American College of Cardiology/American Heart Association tahun 2017, hipertensi dapat didiagnosis apabila tekanan darah menetap tinggi lebih dari satu kali pengukuran, yaitu jika menetap lebih dari sama dengan 130/80 mmHg.

Dan ternyata pengukuran tekanan darah ada kaidah-kaidah yang harus diikuti. Seperti tidak sambil berbicara, Kandung kemih kosong, Menggunakan ukuran manset yang tepat, Telapak tangan tidak mengepal, Lengan sejajar dengan jantung. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan baik dalam posisi duduk, maupun berbaring, selama lengan yang diukur berada dalam posisi sejajar dengan jantung, Tungkai/kaki tidak menyilang, dan Tubuh dan kaki dalam topangan yang cukup.

Faktor Resiko


Dikatakan dr. Wirawan, ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan hipertensi. Faktor resiko yang pertama adalah usia. Dimana Risiko hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia.

Kemudian Faktor genetik. “Adanya anggota keluarga dengan riwayat hipertensi dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit yang sama,” ujar dr Wirawan.

Faktor resiko lainnya adalah gaya hidup. dr Wirawan mengatakan, “Konsumsi garam berlebihan, kurangnya aktivitas fisik, obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol berlebihan merupakan faktor-faktor gaya hidup yang berkontribusi pada timbulnya penyakit ini,” tandasnya.

Ada juga, diet tidak sehat yang juga menjadi faktor resiko terjadinya hipertensi. “Kebiasaan diet dengan kandungan tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan gula dapat berperan dalam perkembangan hipertensi,” jelasnya.

Selain itu, stres juga menjadi salah satu faktor resiko untuk terjadinya hipertensi. “Kondisi tekanan psikologis kronis dapat turut memengaruhi tekanan darah,” tuturnya.

Dan adanya kondisi medis lain juga bisa memicu timbulnya hipertensi. Menurut dr Wirawan, gangguan hormon, gangguan tidur seperti sleep apnea, penyakit pankreas, dan lain sebagainya juga dapat meningkatkan risiko hipertensi.

Pencegahan dan pengelolaan hipertensi


Pencegahan dan pengelolaan hipertensi sangat penting untuk menghindari komplikasi yang lebih serius seperti serangan jantung, stroke, atau kerusakan organ lainnya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengelola hipertensi antara lain:

• Perubahan gaya hidup

Menerapkan pola makan sehat, mengurangi konsumsi garam, meningkatkan aktivitas fisik, berhenti merokok, dan mengurangi konsumsi alkohol.

• Terapi pengobatan

Dokter mungkin akan meresepkan obat untuk menurunkan tekanan darah jika perubahan gaya hidup tidak cukup efektif membantu. Ada baiknya obat rutin yang sudah diresepkan dokter diminum secara teratur untuk membantu kerja organ tubuh dalam menurunkan tekanan darah. Obat rutin yang sudah diresepkan oleh dokter tidak akan membuat ginjal rusak, karena dosisnya sudah disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien. Sebaliknya, resep obat rutin yang tidak dikonsumsi dengan baik, justru dapat memperberat kerja organ ginjal.

• Pemantauan rutin

Lakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur, bahkan jika Anda merasa sehat. Hal ini penting untuk memantau kemajuan dan memastikan bahwa pengobatan berjalan dengan baik.

• Konsultasi medis

Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam jika memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi atau faktor risiko lain yang meningkatkan peluang berkembangnya kondisi ini.

• Edukasi diri

Perkaya pengetahuan mengenai berbagai informasi terkait hipertensi dan cara mengelolanya. Hal ini dapat membantu dalam menentukan langkah-langkah yang lebih baik untuk menjaga kesehatan.

Namun dr Wirawan menegaskan bila menyandang predikat sebagai the Silent killer, bukan berarti penyakit hipertensi menjadi akhir dari segalanya. Ia menyarankan, “Ketahui kondisi Anda dan orang tercinta dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin, tidak hanya untuk hipertensi, tetapi juga untuk mengetahui risiko penyakit lainnya. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam, terutama jika memiliki faktor risiko hipertensi. Semakin cepat hipertensi dideteksi dan ditangani, maka semakin kecil risiko terjadi penyakit komplikasi yang lebih berat.” (Anj)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *