Aneurisma Otak, Gelembung di Pembuluh Darah yang Bisa ‘Meledak’ Kapan Saja
HealthAnjanesia.com – September merupakan Brain Aneurysm Awareness Month atau bulan kesadaran aneurisma otak? Sebenarnya, apa itu aneurisma otak?
Aneurisma otak adalah kondisi di mana terjadi penggelembungan pembuluh darah di otak akibat melemahnya dinding pembuluh darah di suatu titik tertentu. Sayangnya, jika dibiarkan gelembung ini akan meledak secara mendadak.
“Benjolan itu dari ukuran kecil, lama-lama pecah. Seperti balon, balon yang makin besar, makin tipis lalu meletus,” kata Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, Sp. B. S, Subsp. N-Vas (K), Ph.D.
Ketika gelembung tersebut meletus, darah merembes keluar dan bisa merendam otak. Otak dapat mengalami kerusakan hebat karena hal ini dan bisa fatal, bisa menyebabkan kematian.
Selain itu, rembesan darah bisa memicu stroke pendarahan atau stroke hemoragik. “Ada studi dari AS, kalau otak terendam darah, 50 persennya fatal. Sementara 50 persen yang hidup apa kembali normal? Nggak. 66 persen akan cacat,” paparnya.
Jadi Aneurisma bisa menjadi satu penyakit yang berbahaya karena bisa menyebabkan kecacatan hingga kematian. Di Indonesia sendiri, penyakit ini bukanlah tidak ada. Melainkan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara detail mengenai penyakit yang disebut silent killer tersebut.
Apa gejala dari aneurisma otak?
Sayangnya, menurut dr. Mardjono atau kerap disapa dr. Joy, aneurisma otak tak bergejala. Maka dari itu, sering disebut sebagai silent killer. Ketika seseorang mengalami gejalanya, kemungkinan bocor gelembung tersebut bisa tinggi dan harus segera dibawa ke unit gawat darurat (UGD).
“Memang tidak ada (gejala) yang spesifik. Justru itulah bahayanya penyakit ini. Makanya banyak orang menyebut penyakit ini sebagai silent killer atau bom waktu,” katanya.
Namun, satu gejala yang paling sering dialami oleh banyak orang adalah sakit kepala hebat. Menurutnya, sakit kepala ini bukan sekadar biasa, melainkan seperti kejatuhan batu atau dipukul oleh seseorang.
Pada beberapa kasus, aneurisma otak yang belum pecah bisa menyebabkan gejala berupa:
- Sakit kepala yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan sering berulang.
- Mengalami nyeri di area mata atas dan belakang, pupil yang melebar, hingga perubahan pengelihatan.
- Mengalami mati rasa di wajah atau anggota tubuh, terutama di satu sisi tubuh.
- Mengalami kesulitan berbicara atau bicara cadel.
Sementara untuk kasus aneurisma yang sudah pecah, gejala yang mungkin timbul diantaranya:
- Sakit kepala tiba-tiba
- Mual dan muntah
- Leher terasa kaku
- Menjadi lebih sensitif terhadap cahaya
- Mengalami kejang atau epilepsi
- Hilang kesadaran atau koma
- Kematian
Faktor risiko yang bisa menyebabkan aneurisma otak
Meski terkenal tak memiliki gejala spesifik, kita bisa menghindarinya dengan mengenali faktor risiko. Adapun faktor risiko yang bisa sebabkan aneurisma otak, yaitu:
- Kebiasaan merokok
- Ada riwayat penyakit tekanan darah tinggi
- Ada riwayat keluarga dengan stroke pendarahan, terutama akibat aneurisma otak
- Usia 45 tahun ke atas
- Jenis kelamin perempuan
- Penggunaan kokain
- Konsumsi alkohol berlebihan.
“Saya selalu merekomendasikan jika ada lebih dari tiga faktor risiko sebaiknya skrining, bisa MRI atau MRA,” saran dr. Joy.
Dr. Joy menyarankan untuk melihat usia, kemudian gejala. Meski usia belum termasuk berisiko aneurisma otak, tetapi sudah mengalami gejala yang mengganggu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan saja.
Namun, jika usia sudah masuk berisiko tapi tidak ada gejala, studi menyarankan agar melakukan medical check up di usia 40 tahun ke atas atau 50 tahun ke atas. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berisiko dimiliki, termasuk aneurisma.
“Kalau aneurisma pecah, kemungkinan anda bisa bekerja lagi seperti sedia kala itu hanya 20%. Tapi peluang meninggal dunia itu 59%,” jelas dokter Joy.
Wanita Lebih Rentan
Yang perlu diperhatikan, ada fakta menarik bahwa Wanita cenderung rentan terkena aneurisma otak. Sejauh ini, belum ada penelitian penyebab pasti mengapa wanita lebih rentan terkena aneurisma otak dibandingkan laki-laki.
Menurut dr Joy, baik riset maupun studi literatur belum bisa memastikan kaitan jenis kelamin perempuan dan prevalensi aneurisma otak. Namun, ada hipotesis yang dipercaya para ahli.
“Wanita ada hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi tubuh, termasuk pembuluh darah. Saat mendekati menopause, level estrogen menurun, jadi pelindungnya hilang sehingga pembuluh darah rentan kena aneurisma,” jelasnya.
Sementara itu, studi lain menemukan, perempuan yang merokok memiliki risiko aneurisma otak empat kali lipat lebih tinggi dibanding yang tidak merokok. Risiko akan meningkat saat usia bertambah menjadi 40 tahun ke atas. (Anj)