Agar Gizi Anak Optimal, Harus Cerdas Atur Pengeluaran

Parenting

Anjanesia.com – Investasi makanan sehat dan bergizi dalam keluarga seharusnya menjadi prioritas orangtua, agar Si Kecil memperoleh nutrisi optimal untuk tumbuh kembangnya. Tema Hari Pangan Sedunia 2022 yakni ‘Leave No One Behind’, menunjukan bahwa seluruh masyarakat Indonesia, apa pun latar belakangnya, memiliki hak untuk memperbaiki status gizi dan status kesehatan. 

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020 dari Badan Pusat Statistik menyebutkan, anak-anak Indonesia masih mengalami kerawanan akses terhadap makanan sehari-hari. Kondisi tersebut diperparah dengan kenaikan harga bahan pokok dan pangan, imbas dari inflasi dan kenaikan BBM, sehingga daya beli masyarakat terhadap bahan pangan, khususnya protein hewani berkurang. Jika masyarakat sulit mengakses makanan bergizi, angka stunting di Indonesia akan sulit diturunkan. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, negara-negara dengan kondisi ekonomi baik memiliki nilai yang tinggi pada status kesehatan setiap individunya. Data tahun 2018 dari organisasi itu juga menyebut, angka kematian lebih tinggi di negara berpenghasilan rendah.

Malnutrisi vs Status Ekonomi

Pakar ekonomi kesehatan dari Ikatan Ekonomi Kesehatan Indonesia, Mutia A. Sayekti S.Gz., MHEcon mengatakan, malnutrisi atau permasalahan gizi sering dikaitkan dengan status ekonomi. 

“Ketahanan pangan dapat tercapai apabila setiap saat semua orang memiliki akses terhadap makanan yang cukup, aman, bergizi, sesuai kebutuhan dietuntuk mencapai hidup sehat dan produktif,” ujar Mutia di sela-sela webinar ‘Peringati Hari Pangan Sedunia, Danone Indonesia Ajak Masyarakat Cerdas Atur Pengeluaran Agar Gizi Anak Optimal’.

Menurut Mutia, dalam skala rumah tangga, ketahanan pangan dapat dimulai dengan memastikan keluarga mengkonsumsi gizi seimbang yang dapat diterapkan dalam beberapa langkah seperti:

  1. Berkomitmen untuk hidup sehat sesuai dengan kemampuan
  2. Merencanakan menu per-minggu dengan konsep isi piringku
  3. Mempertimbangkan konsumsi makan anak di luar rumah
  4. Meningkatkan literasi keluarga terhadap kebutuhan nutrisi dan khususnya membuat anggaran khusus belanja bahan makanan. 

Contoh Mengatur Pengeluaran Rumah Tangga untuk Makanan Sehat

Semua keluarga, menurut Mutia, hendaknya dapat membuat skala prioritas dalam pengeluaran belanja, dengan mengutamakan kebutuhan yang esensial seperti pangan sehat dan bergizi untuk anak-anak mereka.

Misalnya, merencanakan anggaran khusus belanja makanan setiap minggu dengan konsep Isi Piringku. Mutia mencontohkan, untuk estimasi belanja makanan selama 3-5 hari dengan anggaran sekitar Rp 185.000 (dengan estimasi biaya di wilayah Depok, Jawa Barat dan sekitarnya) sudah bisa mendapatkan lauk protein hewani, nabati, sayuran, dan bumbu-bumbu serta susu untuk keluarga yang terdiri dari 2 orang dewasa dan 2 anak-anak.

“Estimasi dalam sebulan pengeluaran belanja makanan adalah Rp 816.000, atau sekitar 23-24% untuk rumah tangga dengan kisaran penghasilan Rp 4-5 juta,” jelasnya.

Ternyata, dengan perencanaan matang, tidak ada yang tidak mungkin. Jenis pangan yang dibelanjakan tidak harus mahal. Manfaatkan makanan lokal terutama untuk protein hewani seperti ikan kembung, ikan teri, telur, dan lain-lain.

Pentingnya Variasi Makanan

Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi MKK, Medical Science Director Danone Indonesia, mengatakan bahwa pemahaman akan pentingnya memenuhi kebutuhan gizi anak harus terus disosialisasikan sampai ke unit terkecil masyarakat, yaitu keluarga. Masyarakat juga harus paham bahwa kurang gizi dapat berdampak serius pada kesehatan dan perkembangan kecerdasan anak. Data SSGI 2021 menyatakan prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4% dan masih berada di atas batas WHO. Selain itu, prevalensi underweight mengalami peningkatan dari 16,3% menjadi 17%. Sedangkan, pemerintah telah menetapkan stunting sebagai prioritas nasional, dengan menargetkan penurunan angka stunting menjadi 14 persen di tahun 2024.

Selain terjangkau, makanan yang dikonsumsi harus bervariasi serta dalam jumlah yang cukup serta kualitas gizi yang baik. Jika makanan kurang bervariasi, tambah dr. Ray, terjadi defisiensi mikronutrien dan berhubungan dengan kejadian stunting pada anak.

“Salah satu cara untuk orangtua dapat memastikan kebutuhan zat gizi makro dan mikro pada anak cukup adalah dengan menerapkan pedoman prinsip ‘Isi Piringku’ yang mengandung gizi seimbang, yaitu 2/3 makanan pokok, 1/3 lauk pauk, 2/3 sayur dan 1/3 buah, dilanjutkan dengan minum air 8 gelas/hari,” jelas dr. Ray.

Dikatakan Mutia bahwa setiap daerah memiliki pangan lokal yang berbeda-beda, namun karena ketidaktahuan, masyarakat jarang memanfaatkannya. Daftar Bahan Makanan Penukar (DBMP) dapat menjadi salah satu referensi dalam memaksimalkan pemanfaatan pangan lokal, yaitu dengan mencari alternatif pangan yang mengandung nutrisi yang kurang lebih sama dengan pangan yang biasa dikonsumsi.

Selain itu, pemberian makanan yang sudah difortifikasi juga bisa menjadi cara memenuhi kebutuhan gizi secara lebih murah. Sebab, bahan pangan terforitikasi sudah mengandung makroutrien dan mikronutrien sekaligus dalam satu makanan.

“Fortivikasi makanan merupakan upaya meningkatkan kualitas pangan dengan menambahkan pada makanan tersebut satu atau lebih zat gizi mikro tertentu. Hal ini bermanfaat sebagai salah satu cara intervensi pemenuhan zat gizi mikro masyarakat yang terbukti cost-effective terutama untuk mengatasi defisiensi micronutrient (hidden hunger) dan membantu percepatan perbaikan gizi anak Indonesia. Pemenuhan konsumsi pangan yang seimbang dan konsumsi pangan berfortivikasi dapat dilakukan untuk memastikan kebutuhan zat gizi mikro tubuh dapat terpenuhi,” jelas Ray. (Anj)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *