Tren Wisata dan Bepergian Berubah Pasca Pandemi

Lifestyle, Travel

Anjanesia.comMenteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno memprediksi wisata healing, sebagai bagian dari wellness tourism (wisata kebugaran), akan kian diminati sepanjang tahun 2023.

Hal ini karena adanya pergeseran paradigma (shift paradigm) berwisata, yang mana wisatawan justru lebih mengutamakan kegiatan rekreasi untuk kesehatan mental dan pikirannya.

Wellness tourism tiba-tiba meningkat, orang-orang ingin healing. Healing itu untuk benerin feeling (perasaan) sambil refreshing (menyegarkan diri) yang tidak bikin kantong kering,” kata Sandiaga dalam sesi webinar bertajuk ‘New Paradigm of Indonesia Tourism Industry Trend 2023’, beberapa waktu lalu. 

Senada, Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Ni Wayan Giri Adnyani juga menyampaikan bahwa wellness retreats menjadi salah satu tren berwisata yang akan muncul tahun 2023.

Adapun tren ini membuat seseorang berwisata untuk membawa kesehatan bagi pikiran, tubuh, dan jiwa mereka.

“Wisatawan akan melakukan aktivitas mencari kedamaian dan kesenangan termasuk cara-cara yang kurang konvensional (umum) untuk merasakan kebahagiaan,” tutur Ni Wayan.

Selain itu, pada tahun depan, orang-orang juga akan cenderung melakukan work from destination atau bekerja dari sebuah destinasi wisata, seperti dari Bali, Batam, Bintan, dan Labuan Bajo yang menjadi destinasi favorit di Tanah Air.

Wisatawan ingin lebih dekat dengan alam dan merasakan budaya baru.

Tren ini disusul pula dengan kemunculan off-grid travel, yang mana semakin banyak wisatawan menginginkan kegiatan yang terhubung kembali dengan alam.

“Diestimasikan sebanyak 60 persen wisatawan berkeinginan untuk berwisata secara unplugged (tidak terkoneksi dengan gadget). Berkemah, ekowisata, dan glamping (glamour camping) akan tetap populer,” jelas Ni Wayan.

Ia menambahkan, pada tahun 2023, wisatawan juga kian ingin merasakan budaya baru (cultural experiences) dalam perjalanan mereka.

“Mereka ingin merasakan budaya makanan, bahasa baru dan bepergian ke tempat yang underrated (kerap dipandang sebelah mata),” ujarnya.

Dengan begitu, ia menyimpulkan, yang utama untuk menentukan keputusan perjalanan ke depannya ialah faktor kualitas terkait mindfulness (keadaan seseorang yang sadar akan sesuatu), sensation shifting (pergeseran rasa), culture immersion (pendalaman terkait budaya), dan pengaturan perjalanan yang berkualitas.

Dua Hal Yang Dipertimbangkan Sebelum Liburan

Wisatawan biasanya mempertimbangkan harga ketika memutuskan untuk berkunjung ke tempat wisata atau membeli paket wisata. Namun sekarang preferensi atau tren wisata itu berubah sejak pandemi Covid-19.

Ni Wayan mengatakan saat ini kesehatan dan kebersihan menjadi aspek utama yang dipertimbangkan wisatawan.”Dulu, harga itu aspek yang pertama bagi sebagian wisatawan untuk memutuskan akan datang atau membeli paket, namun dengan pandemi COVID-19 yang kita alami, aspek ini bergeser,” katanya.

Selain itu, menurut Ni Wayan, aktivitas luar ruangan serta keberlanjutan menjadi aspek yang juga menentukan keputusan wisatawan. Saat ini, wisatawan bersedia untuk membayar lebih mahal jika destinasi yang dituju peduli masalah keberlanjutan lingkungan.

Bahkan, wisatawan masa kini sudah mau berpartisipasi terkait dengan masalah lingkungan.”Oleh karena itu, program pemerintah mengenai CHSE yaitu sertifikasi terkait cleanliness, health, safety dan enviromental sustainability, itu sudah sangat sesuai dengan kebutuhan atau tren yang ada,” kata No Wayan.

Ia pun memprediksi nantinya pendorong utama keputusan untuk seseorang melakukan perjalanan adalah faktor kualitas, baik terkait kesadaran penuh atau mindfullness, budaya dan pengaturan akomodasi perjalanan yang berkualitas. (Anj) (Foto: Net)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *