APPMI Satukan Generasi Melalui Elegansi di Runway JF3 2024
FashionAnjanesia.com – Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) kembali berpartisipasi dalam acara Jakarta Fashion and Food Festival (JF3) 2024. Tahun ini, asosiasi tersebut mempresentasikan koleksi dengan tema kolektif Fashion Fusion in Elegance: Bridging Generations.
Ketua Umum APPMI Poppy Dharsono mengatakan, tema itu memadukan perspektif unik mereka untuk menciptakan koleksi yang harmonis dan elegan untuk merayakan sinergi antara inovasi anak muda dan keahlian berpengalaman, menghadirkan perpaduan gaya kontemporer dan klasik.
Pada presentasi APPMI yang kedua belas di JF3 Fashion Festival 2024, APPMI menampilkan karya sang pendiri Poppy Dharsono, bersama dengan Harry Hasibuan, Riki Damanik, dan APPMI Muda Sustainable Fashion.
Poppy Dharsono
Di gelaran JF3 2024, Poppy menggabungkan batik dengan blue denim dalam keseluruhan koleksinya. Diperkaya dengan Teknik jacquard menampilkan keunikan dan keindahan budaya Indonesia dalam balutan kontemporer.
Poppy Dharsono membawakan 26 koleksi busana pria dan wanita di panggung runway JF3 Fashion Festival 2024. “Di koleksi yang tampil di JF3 kali ini, saya ingin me-revive (menghidupkan kembali) jeans. Dunia garmen saat ini sedang kesulitan. Setelah 52 tahun, jeans akhirnya kembali. Saya berharap, dari hulu ke hilir, kita harus jadi tuan rumah di pasar kita sendiri,” ujar Poppy sesaat sebelum pergelaran JF3 2024, Minggu (28/7).
Harry Hasibuan
Harry Hasibuan merupakan desainer di balik merek Haze Be Wear. Telah berkarya selama lebih dari 12 tahun, saat ini Harry menjabat sebagai pengurus APPMI SUMUR.
Koleksi terbarunya, Where Classic Meets Chic, terinspirasi dari kesederhanaan dan quiet luxury. Koleksi ini menggunakan material linen dan ditujukan untuk mereka yang menginginkan gaya minimalis, namun tetap elegan.
Riki Damanik
Riki Damanik, seorang desainer busana wanita yang mengkhususkan diri dalam pembuatan made-to-order, berfokus pada upaya pelestarian dan promosi warisan budaya Sumatera Utara dengan memanfaatkan kain tradisional seperti ulos dan songket.
Di tangan Riki, kain tradisional itu mewujud dalam rancangan busana kontemporer yang menggabungkan sentuhan bordir, patch, hiasan manik-manik, dan manipulasi kain.
Riki menampilkan koleksi yang terinspirasi oleh busana klasik seperti kebaya, beskap, dan korset, dengan penggunaan wastra Sumatera Utara, organza, lace, dan sutera satin, menyajikan interpretasi modern dan segar atas siluet tradisional dalam tema ‘Kreasi Wastra dengan Mood Muda dan Fresh’.
Keseluruhan koleksi terlihat memikat, anggun dengan detail yang sangat apik. (Anj)